Selasa, 12 Mei 2020

Rasa prihatin melihat kemerosotan penafsiran al-Quran inilah yang melatarbelakangi Abu Rasytah menulis kitabnya, At-Taysîr fî Ushûl at-Tafs


@ _kanal sore_

Rasa prihatin melihat kemerosotan penafsiran al-Quran inilah yang melatarbelakangi Abu Rasytah menulis kitabnya, At-Taysîr fî Ushûl at-Tafsîr. Tujuan yang beliau harapkan adalah merumuskan metodologi tafsir yang sahih seperti yang pernah digunakan umat Islam pada masa Rasulullah saw. dan para Sahabat (hlm. 32)
Pokok-Pokok Metodologi Tafsir
Metodologi tafsir Abu Rasytah secara garis besar tidak keluar dari lingkup metodologi tafsir Ahlus Sunnah wal Jamaah. Beliau banyak mengembangkan gagasan pendahulunya, yakni Imam Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya, Ays-Syakhshiyah al-Islâmiyah Juz I (Bab Tafsir) dan Juz III (Ushul Fiqih).
Metodologi tafsir beliau dapat diringkas dalam pokok-pokok berikut:
1. Menjadikan bahasa Arab penafsir al-Quran.
Abu Rasytah menegaskan tak mungkin seseorang memahami al-Quran dengan benar tanpa memahami bahasa Arab. Sebab, al-Quran telah diturunkan dalam bahasa Arab (QS Yusuf [12]: 2; QS an-Nahl [16]: 103) (Hlm. 22).
Prosedur pemaknaan al-Quran dengan bahasa Arab adalah sebagai berikut:
a) Suatu ayat hendaknya lebih dulu ditafsirkan menurut haqîqah syar’iyyah, yaitu makna hakiki menurut syariah. Misalkan kata shalat (QS al-Baqarah [2]: 34) harus ditafsirkan secara syar’i sebagai shalat yang dicontohkan Rasulullah saw. meski makna asal shalat secara bahasa adalah ad-du’â (doa).
b) Jika tidak ada makna syar’i-nya, hendaklah ayat ditafsirkan menurut haqîqah ‘urfiyah, yaitu makna hakiki menurut kebiasan orang Arab berbicara. Jika makna haqîqah ‘urfiyah juga tak ada, maka ayat ditafsirkan menurut haqiqah lughawiyah, yaitu makna hakiki sebagai makna asal bahasa. Misalkan firman Allah SWT:
Demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang berkaki empat dan binatang-binatang ternak, ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya) (QS Fathir [35]: 28).


# _alfin asshidiq_

0 komentar:

Posting Komentar